Cerpen Rekuiem - karya Jein Oktaviany

Cerpen: Rekuiem – karya Jein Oktaviany

Tengah malam kini, pintuku diketuk. Pasti gadis itu. “Boleh saya masuk?” Aku tidak menjawab. Pintu terus diketuk.

“Halo”. Aku tetap tidak menjawab. Sudah bulat tekatku untuk tak akan menganggapnya ada.

“Saya tahu kamu di dalam. Boleh buka pintunya?” Aku langsung mencari-cari pisau. Pintuku dibuka secara paksa.

Aku telah menggenggam pisau. Kuarahkan ke mukanya.

“Tenang. Tenang.” Dia mengangkat kedua tangannya.

“Kesendirian adalah altar kebebasan. Jangan menggangguku.” Aku masih mengangkat pisau ke arahnya.

“Jadi kamu sedang bertapa?” Dia tertawa. Ini adalah kali pertama aku melihat wajahnya langsung. Aku merasa benar-benar mengenalinya.

“Hanya sedang menghayati kehidupan,” jawabku sambil menurunkan pisau.

“Tidakkah kamu rindu kematian?”

“Kau siapa?”

“Nama saya Susan.” Dia pun perlahan menurunkan tangannya. Aku mencoba mengingat-ingat adakah aku kenal dengan Susan. “Jadi saya boleh di sini?”

“Aku pikir aku mengenal kau. Apakah begitu?”

“Tidak, kamu tidak kenal saya. Namun, kamu akan melihat saya seperti apa yang ingin kamu lihat.”

Kembali aku todongkan senjataku padanya. “Kau ini apa? Kudengar sejak ke sini, kau bicara dengan orang mati.”

BACA JUGA:   Mengharukan Tim SAR Temukan Sweater Masih Utuh Diyakini Milik Anak Penumpang Sriwijaya Air

“Ya. Saya memang bisa berkomunikasi dengan roh.” Dia tersenyum. Aku mulai melihat wajahnya sedikit berubah. Tak seperti orang yang kukenal lagi. Wajah ini begitu pucat.

“Lalu kenapa aku akan melihat kau seperti yang kuingin?” Kurasakan keringat mulai turun.

“Mungkin karena penyebab masalah semua manusia adalah kenangan. Bisa tolong turunkan pisau itu? Jika kamu berpikir saya hantu, apakah kamu bisa membunuh saya?”

Aku menurut. Kuturunkan pisau itu dan kusimpan kembali. Dia hanya diam,

“Duduklah,” pintaku.

“Terima kasih.” Dia duduk. Aku pun ikut duduk.

Kami saling diam beberapa jenak. Dari luar kucing hitam mulai masuk ke kamarku. Dia mengelus-ngelus kucing tersebut. Angin malam masuk membelai tubuhku. Aku merasakan dingin di ulu hati. Sedangkan dirinya tetap diam dan membuatku bosan. Aku pun mencoba bicara. “Jadi kau …”

“Bukan,” jawabnya memotong. “Saya memang bisa bicara dengan roh. Namun, saya manusia. Malah, saya tidak suka bicara dengan yang hidup.” Kucing itu sekarang lepas dari elusannya.

“Lalu kenapa kau bicara padaku?” Hening. Aku tak mendengar apa-apa selain suara detak jantung.

Kucing hitam itu mendekatiku. Sedangkan dia menjawab, “Apakah kamu hidup?”

Pertanyaan itu terngiang dalam kepalaku. Tiba-tiba aku merasa mual. Kesunyian benar-benar jatuh berdebum di sini.

BACA JUGA:   Pingin Nangis Bacanya, Ibunya Meninggal Di Bus Primajasa, Anak Ini Menangis Digendong Sopir: Mamah Kenapa Tidur Terus

Kucing hitam melewati tubuhku. Aku melihat diriku sendiri. Berdiri. Melihat ke arah cermin.

Tak ada apa-apa. Semua yang kutatap dalam kamar ini berubah menjadi puing. Aku mencoba mengingat semua tentang hidupku. Cara matiku.

Skripsiku yang tak pernah rampung. Berapa lama aku telah mati. Apa yang terjadi dengan hidupku. Siapa perempuan itu. Semua. Semua. Semua.

Hening. Dia menatapku tajam dan tersenyum. Kucing itu mengeong. Tiba-tiba saja, aku merasa sedih.

(Baca Seterusnya)

Loading

One Reply to “Cerpen: Rekuiem – karya Jein Oktaviany”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *