“According to Cambridge University psychologist Terri Apter, three out of four couples “experience significant conflict with their in-laws,” with the mother-in-law (MIL) / daughter-in-law (DIL) relationship the trickiest –Yvonne K. Fulbright (2013)
Apakah Anda hidup rukun dan damai dengan ibu mertua Anda? Jika “iya”, selamat, Anda adalah sedikit dari menantu perempuan yang beruntung di muka bumi ini. Jika “tidak”, bersabarlah, karena ada banyak perempuan lain yang bernasib sama dengan Anda. Tidak percaya?
Terri Apter, psikolog dari Universitas Cambridge menyatakan, tiga dari empat pasangan mengalami konflik yang signifikan dengan mertua mereka. Lebih spesifik lagi, ini adalah problem antara ibu mertua dengan menantu perempuan.
In her book “What Do You Want from Me? Learning to Get Along with In-Laws”, Apter shares that over 60 percent of women — versus just 15 percent of men — report having a negative relationship with their significant other’s mom –Yvonne K. Fulbright (2013)
Apakah Anda hidup rukun dan damai dengan ibu mertua Anda? Jika “iya”, selamat, Anda adalah sedikit dari menantu perempuan yang beruntung di muka bumi ini. Jika “tidak”, bersabarlah, karena ada banyak perempuan lain yang bernasib sama dengan Anda. Tidak percaya?
Terri Apter, psikolog dari Universitas Cambridge menyatakan, tiga dari empat pasangan mengalami konflik yang signifikan dengan mertua mereka. Lebih spesifik lagi, ini adalah problem antara ibu mertua dengan menantu perempuan.
In her book “What Do You Want from Me? Learning to Get Along with In-Laws”, Apter shares that over 60 percent of women — versus just 15 percent of men — report having a negative relationship with their significant other’s mom –Yvonne K. Fulbright (2013)
Simpulan studi ini ditulis oleh Terri Apter dalam buku berjudul “What Do You Want from Me? Learning to Get Along with In-Laws”. Melalui buku itu, Apter melaporkan bahwa lebih dari 60 persen perempuan, memiliki hubungan buruk dengan ibu mertua mereka. Sementara hanya 15 persen laki-laki yang menyatakan memiliki hubungan buruk dengan mertua.
Ada banyak deskripsi yang digunakan oleh menantu perempuan dalam mengungkapkan kondisi hubungan mereka dengan ibu mertua. Yang sangat banyak muncul adalah “tegang”, “tidak nyaman”, “menjengkelkan”, “menyedihkan”, “menguras tenaga”, dan “sangat mengerikan”.
Terri Apter menemukan, keluhan menantu perempuan yang paling sering ditemukan adalah, ibu mertua mereka sombong, suka memaksakan kehendak, dan tidak menghormati privasi. Banyak menantu perempuan merasakan keluhan itu, sehingga berdampak memperburuk hubungan dengan ibu mertua.
The most typical complaint DILs have of their MILs is that they are overbearing, pushy, and disrespectful of boundaries –Yvonne K. Fulbright (2013)
Ternyata banyak perempuan yang merasa bahwa ibu mertua mereka sombong, suka memaksakan kehendak serta tidak menghormati privasi. Suasana seperti ini ketika terjadi dalam waktu lama, akan menyebabkan stres terhadap menantu.
9 Sebab Konflik Mertua — Menantu
Selanjutnya, Terri Apter menyebutkan sembilan sebab yang memicu konflik mertua dengan menantu. Untuk hal ini berlaku secara umum, baik menantu perempuan maupun menantu laki-laki.
Tekanan untuk memiliki anak
Terri Apter menyebutkan, sumber ketegangan paling sensitif antara menantu perempuan dengan ibu mertua adalah tekanan untuk segera memiliki anak. Beberapa pasangan memilih untuk menunda memiliki anak dengan alasan tertentu.
Problem otoritas
Dalam sebuah keluarga besar, kadang pihak yang lebih senior berusaha mempertahankan peran otoritatif mereka. Dampaknya, ia mendominasi pengambilan keputusan, dan membuat tidak nyaman pihak lain termasuk menantu.
Ibu mertua yang selalu merasa lebih tahu
Ada banyak ibu mertua yang selalu merasa lebih tahu, merasa mengetahui segala sesuatu, dan merasa lebih bertanggung jawab. Dampaknya, menantu merasa selalu disalahkan untuk semua urusan.
Sikap perfeksionis
Sebagian orangtua berkeyakinan bahwa tidak ada seorangpun yang cukup layak untuk menjadi pasangan anak mereka. Siapapun menantu, dipandang sebelah mata, dianggap tidak level dengan anaknya.
Problem pengasuhan anak
Sering dijumpai konflik dalam pengasuhan anak. Bahkan sampai tingkat pertentangan secara nilai terkait pendidikan dan pengasuhan anak. Mertua merasa lebih tahu tentang cara mengasuh anak.
Konflik kepribadian
Menantu yang bertipe sensitif, sangat mudah tersulut konflik oleh sikap mertua yang emosional. Terjadi bentrokan kepribadian, dan menimbulkan problem di sepanjang kehidupan.
Pinjaman uang
Terkadang masalah muncul dalam interaksi keuangan. Mertua yang meminjam uang kepada menantu –atau sebaliknya. Dengan mudah pihak yang meminjam melupakan tanggung jawab mengembalikan hutang.
Tekanan norma
Dijumpai pula konflik lantaran mertua memaksa menantunya untuk menyesuaikan diri dengan norma agama atau budaya yang tidak sesuai dengan keyakinan menantu. Meskipun maksud mertua baik, namun dilakukan dengan cara yang tidak baik.
Intervensi mertua
Ada sebagian orangtua yang mengintervensi kehidupan pernikahan anaknya, sehingga membuat hubungan pernikahan menjadi tidak sehat. Misalnya, orangtua memengaruhi anaknya agar menuntut dibelikan mobil mewah atau rumah mewah, yang di luar kemampuan menantu.
Menjadi Tim Kompak dengan Pasangan
Fullbright (2013) memberikan gambaran tentang dampak yang muncul dari konflik berkepanjangan. “Terlepas dari apapun yang menyebabkan konflik, menantu perempuan melaporkan mengalami stres jangka panjang. Menantu perempuan mulai takut dengan pertemuan keluarga. Hubungan mertua — menantu yang buruk dapat meningkat dengan cepat, menjadi racun jika tidak segera diselesaikan dengan baik dan cepat”.
Regardless of what’s causing the friction, DILs report long-term stress as a consequence. Couples, particularly the DIL, start to dread family gatherings for the distress and exchanges they can invite –Yvonne K. Fulbright (2013)
Bagaimana menyelesaikan konflik menantu dengan mertua? Prinsipnya adalah, hadapi bersama pasangan. Masalah apapun dalam rumah tangga, yang bermula dari intervensi orangtua atau mertua, pasangan suami istri harus menjadi tim yang kompak.
Saat menemukan istrinya konflik dengan ibu kandung, seorang suami tidak patut menyalahkan sang istri. “Ini semua salah kamu. Ini masalah kamu dengan ibuku”, adalah kalimat yang menyudutkan istri.
Semestinya sang suami menjadi tim yang kompak dengan istri. Ia mengatakan dengan lembut kepada sang istri, “Ini masalah keluarga kita. Mari kita hadapi bersama. Insyaallah akan ada solusi”.
Sumber : Pak Cah