Para pembaca yang mencintai Allah ta’ala berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang apakah wajib anak perempuan yang sudah menikah menafkahi ibunya atau orangtuanya.
Selamat Membaca!
Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Allah ‘azza wa jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga, aamiin
Ustadz, apakah seorang anak perempuan wajib menafkahi ibunya yang seorang janda dan berkecukupan, sedangkan si anak perempuan ini tidak bekerja dan penghasilan suaminya hanya cukup untuk kebutuhan rumah tangga mereka, tinggalnya pun jauh di luar kota.
Si anak perempuan ini memiliki 3 saudara kandung laki-laki yang tinggal satu kota dengan ibu mereka dan kehidupan ekonomi mereka lebih baik di banding saudara perempuannya, namun mereka memaksa saudara perempuannya dan suaminya (menantu) untuk ikut menanggung biaya bulanan ibu mereka, dan mengatakan saudara perempuannya sebagai anak yang tidak berbakti kepada orangtua bila tidak mau ikut membiayai.
Mohon penjelasannya ustadz, jazaakumullahu khairan.
(Fulanah, sahabat BiAS T04 G-07)
Jawaban :
Bismillah
Ikhwatal Iman Ahabbakumulloh
Pada dasarnya bakti seorang anak kepada orangtua tidak hanya sebatas uang bulanan di masa tua saja, ada perhatian dikala sehat maupun sakit, pelayanan dalam aktivitas harian, dll.
Jika kita mempersempit makna birrul walidain hanya pada nafkah di hari tua alangkah tidak adilnya perlakuan kita terhadap saudari perempuan yang telah menikah, sebab bagi wanita yang telah menikah bagaimanapun surganya telah berpindah pada suaminya, bahkan harta yg ada dirumahnya pun adalah harta milik suaminya.
Syeikh ‘Utsaimin pernah ditanya, “apakah seorang anak perempuan harus menyerahkan pendapatannya untuk orangtuanya (nafkah dimasa tua)?”
Beliau rohimahulloh menjawab;
إن النفقة واجبة على من له حق القوامة، والذي له هذا الحق هو الأب والزوج
قال الله تعالى: الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم [النساء:34]
وليس على الزوجة أن تنفق في بيت زوجها من مالها، وكذلك البنت، وإنما الواجب على الزوج والأب
“Sejatinya nafkah itu diwajibkan atas orang-orang yang berhak menjadi pemimpin rumah tangga, yaitu para ayah dan suami (lelaki). Alloh Ta’ala berfirman:
“Para lelaki adalah pemimpin bagi para wanita, sesuai apa yang Alloh karuniakan kepada mereka, dan karena mereka (diwajibkan) memberi nafkah dari harta mereka” (QS An-Nisa 34).
Dan tidaklah seorang istri wajib untuk memberi nafkah pada anak serta suaminya, demikian pula tidak wajib anak perempuan (kepada orangtuanya). Yang wajib memberi nafkah adalah suami dan ayah (lelaki)”
Secara umum memang nafkah itu menjadi kewajiban ahli waris yang terdekat.
Alloh ta’ala berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian” (QS. Al Baqarah: 233).
Namun perlu dicatat, kemampuan dan tanggung jawab seseorang itu berbeda-beda. Nafkah dari anak yang kaya dan anak yang miskin jelas tidak bisa disamakan, walaupun sama-sama anak laki-laki.
Syaikh Abdurrohman bin Nashir As-Sa’diy ketika menafsirkan penggalan akhir dari ayat diatas
وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ
“Dan ahli waris pun berkewajiban demikian”
Beliau menjelaskan :
فدل على وجوب نفقة الأقارب المعسرين على القريب الوارث الموسر
“Ayat ini menunjukkan tentang kewajiban memberi nafkah bagi kerabat yang mampu kepada kerabat yang tidak mampu” (Tafsir A-Sa’diy)
Nah jika sesama anak laki-laki saja bisa berbeda jumlah nafkah dimasa tua orangtuanya, apalagi jika itu anak perempuan. Karenanya seperti yg kita sampaikan diatas, jangan persempit birrul walidain dengan seputar nafkah saja.
Kalau disana ada anak perempuan yang tinggal satu kota dengan ibunya, mungkin ia bisa mengantarkan ibunya saat berobat kedokter, atau membelikan kebutuhan bulanan ibunya.
Adapun anak laki-laki yang merantau dan punya penghasilan sendiri, saat ia tidak bisa mengantar ibunya ke dokter maka ia lah yang membiayai, saat ia tidak bisa mengantar untuk belanja bulanan, maka ia lah yang membiayai.
Referensi : هل يلزم المرأة الإنفاق على أبيها؟ – عبد الرحمن بن عبد الله العجلان – طريق الإسلام (islamway.net)
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Ahad, 25 Syawwal 1442 H / 6 Juni 2021 M