SAAT ini tren orang terdeteksi kanker paru tidak lagi di usia tua. Di Indonesia, angka kejadian kanker paru dimulai di usia 40 tahun. Di usia produktif ini, pasien yang datang ke dokter untuk berobat dalam kondisi stadium lanjut dan hanya 13,7% pasien kanker paru yang bertahan hidup hanya 5 tahun setelah mendapatkan diagonis, dengan rata-rata harapan hidup 8 bulan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Onkologi Indonesia, dr Evlina Suzanna SpPA menjelaskan bahwa usia penderita kanker paru di Indonesia cenderung semakin muda.
“Jumlah kasus kanker paru di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya di Indonesia. Selain itu, usia penderita kanker paru pun semakin muda. Pasien kanker paru perlu mendapatkan pelayanan yang komprehensif, dimulai dari kepedulian terhadap bahaya kanker paru, skrining/deteksi dini, diagnosis, dan pengobatan sedini dan setepat mungkin,” kata Evlina daam webinar peringatan Hari Kanker Sedunia 2022, Selasa (8/2).
Ia menambahkan bahwa saat ini kasus kanker paru di Indonesia mencapai 21 ribu orang dengan harapan hidup rendah karena mereka datang berobat dalam kondisi stadium lanjut.
“Kebanyakan begitu karena kanker paru tidak menampakkan gejala sehingga baru ketahuan sudah terlambat,” ujarnya.
Sementara Direktur Eksekutif Research of Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO), Prof Elisna Syahruddin menyebutkan selama 15 tahun penelitian tentang peta karakteristik pasien kanker paru di Indonesia, ada beberap hal yang menjadi pemicu.
“Yaitu rokok, ada riwayat kanker paru di keluarga, tempat kerja seperti mandor bangunan, pekerja di sektor bangunan memiliki risiko tinggi, dan kanker paru bukan penyakit orang tua. Saat ini yang mengidap kanker paru adalah usia muda. Usia produktif,” terangnya.
Untuk itu pengobatannya selain kemoterapi harus disertai radioterapi dan terapi target lainnya. “Dan yang datang ke rumah sakit sudah stadium lanjut. Untuk mencegahnya perlunya skrining atau deteksi dini. Siapa yang harus diskrining? Mereka yang berpotensi kanker paru, yaitu perokok aktif, perokok pasif. Ada riwayat kanker paru di keluarganya, bekas perokok kurang dari 10 tahun merupakan kelompok risiko tinggi,” tambahnya.
Pembicara lainnya Dr dr Andhika Rachman SpPD KHOM menambahkan bahwa kanker paru tidak menampakkan gejala sehingga tidak dirasakan oleh pasien. Apalagi di tengah pandemi, semakin sedikit pasien yang berobat sehingga pemantauan kanker pun terkendala. “Pasien tidak mau berobat khawatir pandemi. Ini menjadi persoalan juga,” kata Andhika.
Untuk itu ia mendukung penuh adanya skrining bagi kelompok berisiko untuk menekan kasus keparahan dan bisa dideteksi awal sehingga bisa diobati.
Elisna menambahkan skrining pada kanker paru ini diharapkan bisa dilakukan bagi masyarakat luas yang memiliki faktor risiko tinggi, terutama yang terpapar asap rokok, apalagi mereka yang merupakan perokok berat dan mempunyai riwayat kanker paru dalam keluarganya.
“Pilihan terapi di Indonesia juga harus sesuai dengan karakteristik kanker paru orang Indonesia. Terkait metode diagnosis, kemajuan teknologi medis juga telah memungkinkan dilakukannya pemeriksaan molekuler untuk pasien yang telah terdiagnosis kanker paru, guna memberikan pilihan terapi target yang tepat,” jelasnya
Kementerian Kesehatan RI menanggapi hal ini merespons positif pentingnya skrining. Koordinator RS Pendidikan, dr Else Mutiara Sihotang mengatakan,
“Sebagai bagian dari komitmen global untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Indonesia melalui RPJMN 2019-2024 berkomitmen mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular, termasuk kanker pada tahun 2030. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2019-2024 juga menetapkan target 100% kabupaten/kota melakukan deteksi dini penyakit kanker di 80% populasi usia 30-50 tahun pada tahun 2024, terutama untuk kanker payudara, kanker serviks, kanker paru, dan kanker kolon,” tegasnya.
Roche Indonesia yang selama ini mendukung pengobatan kanker mulai dari skrining, diagnosis hingga pengobatan.
“Kami memulai kemitraan ini dengan kanker paru karena tingkat morbiditas dan mortalitas kanker paru menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Kami bangga dapat berkolaborasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan di tingkat nasional, serta bekerja sama untuk menerapkan cara yang optimal dalam menanggulangi kanker paru bersama-sama,” kata dr Ait-Allah Mejri, Presiden Direktur Roche Indonesia. (N-1)
Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/470270/pengidap-kanker-paru-di-indonesia-didominasi-usia-muda